BELAJAR DAN TEORI – TEORI BELAJAR
A.
PENDAHULUAN
Belajar
tentunya menjadi hal yang telah kita lakukan setiap hari, tak hanya dimulai
pada usia sekolah namun semenjak lahir setiap orang telah melakukan kegiatan
belajar. Belajar dapat berlangsung secara formal maupun tidak, dapat
berlangsung dimana saja dan kapan saja, di sekolah, di luar sekolah, di taman,
di suatu komunitas, di sebuah forum, dan tidak terbatas waktu.
Belajar
tidak hanya dilakukan ketika siang hari saja atau malam hari saja, namun
kegiatan belajar dapat dilakukan kapan saja selama pengetahuan yang ada
dipelajari oleh seseorang tersebut. Sumber dari suatu kegiatan belajar pun
dapat berasal darimana saja, dari orang tua, dari teman, dari guru, dari buku,
dari radio, dari internet, dan sebagainya.
Pada
pembahasan ini akan diulas mengenai apakah definisi dari belajar tersebut,
bagaimanakah bentuk – bentuk dari belajar, apakah ada dan bagaimanakah teori –
teori belajar tersebut.
B.
ISI
a.
DEFINISI
BELAJAR
Menurut Gage (1984) : Belajar dapat disefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Dari pernyataan Gage tersebut dapat diambil 4 komponen penting yang
dapat diulas lagi dan menjadikan definisi itu sendiri menjadi lebih jelas
pemahamannya. Empat komponen itu adalah :
1.
Perubahan Perilaku
Dikatakan oleh Gage bahwa dalam belajar “……organisma
berubah perilakunya……”. Terjadinya suatu perubahan ini dapat diketahui dari
adanya perbedaan perilaku dari satu waktu dengan waktu yang lain ketika suatu
organisma tersebut diberi keadaan atau situasi yang sama. Contohnya saja ketika
seorang anak memecahkan 5 buah teka-teki di suatu game center saat ia berumur 5 tahun dan saat ia berumur 7 tahun
dengan teka-teki yang sama dari teka-teki pertama hingga terakhir, mungkin
ketika anak tersebut berumur 5 tahun ada 3 teka-teki yang tak bisa ia pecahkan,
namun ketika ia berumur 7 tahun ia dapat memecahkan semuanya. Dari perubahan
inilah dapat diambil kesimpulan bahwa anak tersebut telah belajar.
2.
Perilaku Terbuka
Para ahli psikologi dalam meneliti suatu perubahan dilakukan
dengan cara mengamati perilaku terbuka seseorang. Perilaku terbuka dapat
diamati perubahannya dengan mengamati perubahan perilaku verbal. Perilaku
verbal diantaranya menulis, berbicara, bergerak, dan lain-lainnya. Dari
perubahan perilaku tersebut dapat dipelajari bagaimana seseorang dalam
berfikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, kreatifitas seseorang, dan
lain-lainnya. Maka sebagai indikator bahwa perubahan telah terjadi, mengamati
dan mempelajari perilaku terbuka adalah cara yang banyak dilakukan oleh para
ahli psikologi dalam menyimpulkan apa yang sedang seseorang pikirkan.
3.
Belajar dan Pengalaman
Kata terakhir pada pernyataan Gage adalah “……akibat
pengalaman……”. Pengalaman yang menjadi sebab terjadinya perubahan perilaku
seseorang tidak selalu disebut belajar. Pengalaman dalam pernyataan Gage
memiliki batas-batas pembeda antara pengalaman yang dapat disebut sebagai
penyebab perubahan perilaku dan juga tidak. Misalnya saja seseorang berubah
perilakunya karena meminum alkohol, menggunakan obat-obatan, maka perubahan
perilaku seseorang tersebut tidak bisa dikatakan sebagai akibat dari
pengalaman. Begitu pula perubahan perilaku karena sesuatu yang fisiologis pada
manusia tidak dapat dikatakan sebagai akibat dari pengalaman, misalnya saja
ketika seseorang merasa kelelahan, indera pada manusia beradaptasi, dan
lain-lainnya, tidak dapat dikatakan pula bahwa belajar telah terjadi pada
seseorang tersebut.
4.
Belajar dan Kematangan
Kematangan merupakan salah satu aspek yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku pada seseorang, namun tidak termasuk dalam
belajar. Karena perubahan perilaku yang terjadi karena kematangan lebih
diakibatkan oleh perubahan fisiologis daripada belajar. Pertumbuhan dan
perkembangan organisma-organisma misalnya dalam berjalan, berbicara, lebih
dituai hasil perubahannya karena kematangan itu sendiri. Memang orang tua dan
lingkungan mengajari dalam berjalan dan berbicara namun itu hanya untuk
membantu kesiapannya dalam pertumbuhannya tersebut. Maka dari itu kematangan
tidak bisa dikatakan sebagai belajar.
b.
BENTUK –
BENTUK BELAJAR
Menurut Gage (1984) ada 5 bentuk – bentuk belajar, yaitu :
1.
Belajar Responden
Belajar responden merupakan bentuk belajar dengan
memberikan stimulus-stimulus pada organisma yang dapat mengakibatkan adanya
respon pada organisma tersebut. Stimulus-stimulus yang diterima tidak selalu
baik, ada stimulus-stimulus yang negative dan ada pula stimulus-stimulus
netral. Stimulus (perangsang, pendorong) itu sendiri dapat mempengerahui
perilaku suatu organisma dalam banyak hal, terutama dapat menimbulkan
respon-respon emosional. Contohnya saja ketika ada seorang siswa baru, mungkin
yang ia rasakan adalah suatu ketakutan, ketakutan dengan sekolahannya, dengan
guru, dengan peraturan-peraturan sekolah, takut akan menjadi bahan ejekan dan
sebagainya, maka stimulus-stimulus tersebut merupakan stimulus yang mampu
membuat siswa memiliki perasaan negatif. Karena perasaan negatif mulai muncul
dalam pemikiran siswa maka ia akan takut pula dalam pelajaran-pelajaran yang
diikutinya, misalnya saja pelajaran fisika, ketika siswa merasa takut maka
simbol-simbol yang akan ia pelajari akan semakin menakutkan, materi yang
sebelumnya tidak ada harus ia pelajari dengan perasaan ketakutan dan inilah
yang menyebabkan tidak efektifnya suatu belajar. Berbeda halnya jika siswa yang
masuk sekolah disambut dengan senyum hangat guru, dengan sapaan yang memberikannya
rasa nyaman berada di sekolah, maka bukan hanya pada pelajaran, gedung sekolah,
buku-buku, teman, dan komponen-komponen lainnya pun akan menjadi baik dan
memberi respon emosional baik pada siswa tersebut. Pada kasus ini, sekolah,
buku, teman dan komponen lainnya yang semula merupakan stimulus netral akan
menjadi stimulus yang baik pada siswa tersebut. Syarat dari bantuk belajar
responden ini adalah bentuk belajar yang memiliki stimulus-stimulus.
2.
Belajar Kontiguitas
Pada bentuk belajar kontiguitas ini, taka ada yang
namanya kejadian yang tak menghasilkan sesuatu. Sekecil dan sesederhana apapun
kejadian itu, dan meski sangat sederhana kejadian tersebut dapat menghasilkan
belajar. Manusia berubah karena kejadian atau peristiwa yang terjadi, tidak
terbatas di lingkungan sekolah, karena kehidupan tidak hanya di sekolah. Di
rumah, di taman, di kebun, di suatu komunitas, di jalan dan dimana saja pasti
terjadi suatu kejadian, sesederhana dan sekecil apapun kejadian itu pasti dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah stereotyping. Kondisi-kondisi yang dapat
mengakibatkan belajar stereotyping
ini misalnya saja drama-drama atau film-film dan sejenisnya yang ditonton oleh
seseorang tentang bagaimana seorang ibu tiri, digambarkan bahwa ibu tiri itu
kejam, bagaimana seorang professor itu memakai kacamata dan botak, seorang bibi
yang ramah dan lainnya, padahal tidak selalu ibu tiri itu kejam, tdak selalu
professor memakai kacamata dan botak, dan semacamnya. Namun karena acara yang
ditayangkan tersebut ditonton secara terus-menerus dan berulang-ulang maka
seseorang tersebut akan menyimpulkan suatu hal dari apa yang ditontonnya itu,
dari sinilah yang dinamakan dengan kondisi yang dapat menciptakan belajar stereotyping.
3.
Belajar Operant
Perbedaannya dengan bentuk belajar responden dan
kontiguitas adalah bentuk belajar operant ini menghasilkan suatu perilaku yang timbul
secara spontan tanpa stimulus apapun. Konsekuensi dari belajar operant
merupakan variable sangat penting karena konsekuensi dapat memperkuat
perilaku-perilaku. Contohnya saja ketika ada seorang siswa pandai dalam
berintonasi, lalu seorang guru memujinya dan ia mulai berlatih dan meningkatkan
kemampuannya hingga ia dapat mengikuti berbagai lomba puisi atau pidato dan sejenisnya,
maka contoh diatas adalah bentuk belajar operant, spontan ia lakukan karena
mendapat pujian dari gurunya, yang semula ia telah berpuisi biasa, setelah
diberi pujian maka ia memperkuat perilaku sebelumnya yaitu lebih melatih
berintonasi dengan baik.
4.
Belajar Observasional
Bentuk belajar observasinal merupakan bentuk belajar
yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada bentuk belajar ini
seseorang belajar dari mengamati orang lain atau melakukan sebuah observasi,
bagaimana orang lain melakukannya, urutan-urutan ia melakukannya dan bagaimana
mengakhirinya, lalu dari apa yang ia amati dilakukannya sendiri seperti apa
yang telah ia amati sebelumnya. Contohnya saja ketika seseorang akan
menggunakan skateboard, sebelumnya ia akan mengamati dahulu orang lain tentang
bagaimana memainkan skateboard tersebut, dari peletakannya, bagaimana posisi
kaki dan tubuhnya, bagaimana cara mengayunkan kakinya agar skateboard tersebut
bergerak dan sejenisnya. Lalu dari apa yang diamati itu akan dicontoh dan dilakukan
sama halnya seperti apa yang orang lain tersebut lakukan.
5.
Belajar Kognitif
Bentuk belajar ini lebih mengarah ke hubungan – hubungan logis, rasional
atau nonarbitrer. Berbeda dari keempat bentuk belajar yang lain yang menerapkan
konsep-konsep, seperti adanya stimulus lalu respon, kejadian dan perubahan
perilaku dan seterusnya, pada bentuk belajar ini menganut bahwa sesuatu yang
penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi. Kalau secara keseluruhan dari
keempat bentuk belajar membahas secara umum dan mengarah ke sekolah, peran guru
dan murid, yang dibahas pada belajar kognitif adalah mengenai persepsi siswa,
hubungan antara unsur-unsur yang ada, proses-proses mental dan sejenisnya.
c.
TEORI –
TEORI BELAJAR
Pandangan umum mengenai teori – teori belajar :
1.
Teori – Teori Belajar Sebelum Abad Ke-20
Teori – teori belajar sebelum abad 20 diantaranya
yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah dan teori apersepsi.
Teori disiplin merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar dibentuk dari
kedisiplinan, seorang anak dilatih secara konsisten dan kontinyu setiap
harinya, jika ia gagal atau belum sepenuhnya paham dengan apa yang diajarkan
maka ia akan terus mendapat porsi pengetahuan itu sekali lagi dan seterusnya
sampai anak itu dapat paham betul dengan apa yang diajarkan. Lawan dari teori
disiplin adalah teori alamiah, teori ini menyatakan bahwa belajar dapat terjadi
karena perkembangan seseorang secara alamiah, disini seorang pengajar tidak
akan memaksa siswanya untuk dapat mengerti suatu hal, namun menunggu seorang
anak itu untuk bertanya dan tertarik lalu melakukan belajar dengan sendirinya.
Kemudian teori terakhir yang berlawanan dengan teori disiplin sekaligus teori
alamiah adalah teori apersepsi, pada teori ini mengatakan bahwa belajar adalah
proses terasosiasikannya gagasan-gagasan yang ada menjadi suatu bentuk pikiran,
seorang anak belajar dengan menggabungkan gagasan-gagasan yang ada, tanpa ada
pelatihan mental karena pada teori ini mental bersifat dinamis, tidak pula ada
gagasan bawaan atau gagasan yang ada sejak lahir, dan teori ini memiliki proses
belajar yang sistematis dari teori tabula rasa tentang pikiran-pikiran.
Persamaan dari ketiga teori diatas adalah teori-teori
tanpa adanya eksperimen dan lebih mengarah ke spekulatif.
2.
Teori – Teori Belajar Abad Ke-20
Teori belajar abad 20 dikelompokkan menjadi dua yaitu teori
perilaku dan teori gestalt-field. Teori perilaku menganggap bahwa belajar
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, dengan adanya respon, adanya stimulus,
yang mengacu pada suatu prinsip. Teori ini tidak memikirkan apa yang ada dalam
pikiran siswanya, pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk
mengubah perilaku siswa yang tampak secara signifikan. Sedangkan teori gestalt-field
menganggap bahwa belajar adalah proses perolehan atau perubahan insait,
pandangan, harapan, pola pikir, dan sejenisnya. Perilaku yang tidak tampak
dapat dipelajari dengan cara-cara ilmiah. Dengan cara ilmiah itulah prinsip dan
kesimpulannya disebut dengan teori kognitif. Teori kognitif berlawanan dengan
teori perilaku. Pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk menolong
siswa mengubah pemahaman tentang suatu masalah dan suatu situasi secara
signifikan.
C.
DAFTAR
RUJUKAN
Ratna Wilis Dahar. TEORI – TEORI BELAJAR : 1989 BELAJAR DAN TEORI – TEORI BELAJAR
A.
PENDAHULUAN
Belajar
tentunya menjadi hal yang telah kita lakukan setiap hari, tak hanya dimulai
pada usia sekolah namun semenjak lahir setiap orang telah melakukan kegiatan
belajar. Belajar dapat berlangsung secara formal maupun tidak, dapat
berlangsung dimana saja dan kapan saja, di sekolah, di luar sekolah, di taman,
di suatu komunitas, di sebuah forum, dan tidak terbatas waktu.
Belajar
tidak hanya dilakukan ketika siang hari saja atau malam hari saja, namun
kegiatan belajar dapat dilakukan kapan saja selama pengetahuan yang ada
dipelajari oleh seseorang tersebut. Sumber dari suatu kegiatan belajar pun
dapat berasal darimana saja, dari orang tua, dari teman, dari guru, dari buku,
dari radio, dari internet, dan sebagainya.
Pada
pembahasan ini akan diulas mengenai apakah definisi dari belajar tersebut,
bagaimanakah bentuk – bentuk dari belajar, apakah ada dan bagaimanakah teori –
teori belajar tersebut.
B.
ISI
a.
DEFINISI
BELAJAR
Menurut Gage (1984) : Belajar dapat disefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Dari pernyataan Gage tersebut dapat diambil 4 komponen penting yang
dapat diulas lagi dan menjadikan definisi itu sendiri menjadi lebih jelas
pemahamannya. Empat komponen itu adalah :
1.
Perubahan Perilaku
Dikatakan oleh Gage bahwa dalam belajar “……organisma
berubah perilakunya……”. Terjadinya suatu perubahan ini dapat diketahui dari
adanya perbedaan perilaku dari satu waktu dengan waktu yang lain ketika suatu
organisma tersebut diberi keadaan atau situasi yang sama. Contohnya saja ketika
seorang anak memecahkan 5 buah teka-teki di suatu game center saat ia berumur 5 tahun dan saat ia berumur 7 tahun
dengan teka-teki yang sama dari teka-teki pertama hingga terakhir, mungkin
ketika anak tersebut berumur 5 tahun ada 3 teka-teki yang tak bisa ia pecahkan,
namun ketika ia berumur 7 tahun ia dapat memecahkan semuanya. Dari perubahan
inilah dapat diambil kesimpulan bahwa anak tersebut telah belajar.
2.
Perilaku Terbuka
Para ahli psikologi dalam meneliti suatu perubahan dilakukan
dengan cara mengamati perilaku terbuka seseorang. Perilaku terbuka dapat
diamati perubahannya dengan mengamati perubahan perilaku verbal. Perilaku
verbal diantaranya menulis, berbicara, bergerak, dan lain-lainnya. Dari
perubahan perilaku tersebut dapat dipelajari bagaimana seseorang dalam
berfikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, kreatifitas seseorang, dan
lain-lainnya. Maka sebagai indikator bahwa perubahan telah terjadi, mengamati
dan mempelajari perilaku terbuka adalah cara yang banyak dilakukan oleh para
ahli psikologi dalam menyimpulkan apa yang sedang seseorang pikirkan.
3.
Belajar dan Pengalaman
Kata terakhir pada pernyataan Gage adalah “……akibat
pengalaman……”. Pengalaman yang menjadi sebab terjadinya perubahan perilaku
seseorang tidak selalu disebut belajar. Pengalaman dalam pernyataan Gage
memiliki batas-batas pembeda antara pengalaman yang dapat disebut sebagai
penyebab perubahan perilaku dan juga tidak. Misalnya saja seseorang berubah
perilakunya karena meminum alkohol, menggunakan obat-obatan, maka perubahan
perilaku seseorang tersebut tidak bisa dikatakan sebagai akibat dari
pengalaman. Begitu pula perubahan perilaku karena sesuatu yang fisiologis pada
manusia tidak dapat dikatakan sebagai akibat dari pengalaman, misalnya saja
ketika seseorang merasa kelelahan, indera pada manusia beradaptasi, dan
lain-lainnya, tidak dapat dikatakan pula bahwa belajar telah terjadi pada
seseorang tersebut.
4.
Belajar dan Kematangan
Kematangan merupakan salah satu aspek yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku pada seseorang, namun tidak termasuk dalam
belajar. Karena perubahan perilaku yang terjadi karena kematangan lebih
diakibatkan oleh perubahan fisiologis daripada belajar. Pertumbuhan dan
perkembangan organisma-organisma misalnya dalam berjalan, berbicara, lebih
dituai hasil perubahannya karena kematangan itu sendiri. Memang orang tua dan
lingkungan mengajari dalam berjalan dan berbicara namun itu hanya untuk
membantu kesiapannya dalam pertumbuhannya tersebut. Maka dari itu kematangan
tidak bisa dikatakan sebagai belajar.
b.
BENTUK –
BENTUK BELAJAR
Menurut Gage (1984) ada 5 bentuk – bentuk belajar, yaitu :
1.
Belajar Responden
Belajar responden merupakan bentuk belajar dengan
memberikan stimulus-stimulus pada organisma yang dapat mengakibatkan adanya
respon pada organisma tersebut. Stimulus-stimulus yang diterima tidak selalu
baik, ada stimulus-stimulus yang negative dan ada pula stimulus-stimulus
netral. Stimulus (perangsang, pendorong) itu sendiri dapat mempengerahui
perilaku suatu organisma dalam banyak hal, terutama dapat menimbulkan
respon-respon emosional. Contohnya saja ketika ada seorang siswa baru, mungkin
yang ia rasakan adalah suatu ketakutan, ketakutan dengan sekolahannya, dengan
guru, dengan peraturan-peraturan sekolah, takut akan menjadi bahan ejekan dan
sebagainya, maka stimulus-stimulus tersebut merupakan stimulus yang mampu
membuat siswa memiliki perasaan negatif. Karena perasaan negatif mulai muncul
dalam pemikiran siswa maka ia akan takut pula dalam pelajaran-pelajaran yang
diikutinya, misalnya saja pelajaran fisika, ketika siswa merasa takut maka
simbol-simbol yang akan ia pelajari akan semakin menakutkan, materi yang
sebelumnya tidak ada harus ia pelajari dengan perasaan ketakutan dan inilah
yang menyebabkan tidak efektifnya suatu belajar. Berbeda halnya jika siswa yang
masuk sekolah disambut dengan senyum hangat guru, dengan sapaan yang memberikannya
rasa nyaman berada di sekolah, maka bukan hanya pada pelajaran, gedung sekolah,
buku-buku, teman, dan komponen-komponen lainnya pun akan menjadi baik dan
memberi respon emosional baik pada siswa tersebut. Pada kasus ini, sekolah,
buku, teman dan komponen lainnya yang semula merupakan stimulus netral akan
menjadi stimulus yang baik pada siswa tersebut. Syarat dari bantuk belajar
responden ini adalah bentuk belajar yang memiliki stimulus-stimulus.
2.
Belajar Kontiguitas
Pada bentuk belajar kontiguitas ini, taka ada yang
namanya kejadian yang tak menghasilkan sesuatu. Sekecil dan sesederhana apapun
kejadian itu, dan meski sangat sederhana kejadian tersebut dapat menghasilkan
belajar. Manusia berubah karena kejadian atau peristiwa yang terjadi, tidak
terbatas di lingkungan sekolah, karena kehidupan tidak hanya di sekolah. Di
rumah, di taman, di kebun, di suatu komunitas, di jalan dan dimana saja pasti
terjadi suatu kejadian, sesederhana dan sekecil apapun kejadian itu pasti dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah stereotyping. Kondisi-kondisi yang dapat
mengakibatkan belajar stereotyping
ini misalnya saja drama-drama atau film-film dan sejenisnya yang ditonton oleh
seseorang tentang bagaimana seorang ibu tiri, digambarkan bahwa ibu tiri itu
kejam, bagaimana seorang professor itu memakai kacamata dan botak, seorang bibi
yang ramah dan lainnya, padahal tidak selalu ibu tiri itu kejam, tdak selalu
professor memakai kacamata dan botak, dan semacamnya. Namun karena acara yang
ditayangkan tersebut ditonton secara terus-menerus dan berulang-ulang maka
seseorang tersebut akan menyimpulkan suatu hal dari apa yang ditontonnya itu,
dari sinilah yang dinamakan dengan kondisi yang dapat menciptakan belajar stereotyping.
3.
Belajar Operant
Perbedaannya dengan bentuk belajar responden dan
kontiguitas adalah bentuk belajar operant ini menghasilkan suatu perilaku yang timbul
secara spontan tanpa stimulus apapun. Konsekuensi dari belajar operant
merupakan variable sangat penting karena konsekuensi dapat memperkuat
perilaku-perilaku. Contohnya saja ketika ada seorang siswa pandai dalam
berintonasi, lalu seorang guru memujinya dan ia mulai berlatih dan meningkatkan
kemampuannya hingga ia dapat mengikuti berbagai lomba puisi atau pidato dan sejenisnya,
maka contoh diatas adalah bentuk belajar operant, spontan ia lakukan karena
mendapat pujian dari gurunya, yang semula ia telah berpuisi biasa, setelah
diberi pujian maka ia memperkuat perilaku sebelumnya yaitu lebih melatih
berintonasi dengan baik.
4.
Belajar Observasional
Bentuk belajar observasinal merupakan bentuk belajar
yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada bentuk belajar ini
seseorang belajar dari mengamati orang lain atau melakukan sebuah observasi,
bagaimana orang lain melakukannya, urutan-urutan ia melakukannya dan bagaimana
mengakhirinya, lalu dari apa yang ia amati dilakukannya sendiri seperti apa
yang telah ia amati sebelumnya. Contohnya saja ketika seseorang akan
menggunakan skateboard, sebelumnya ia akan mengamati dahulu orang lain tentang
bagaimana memainkan skateboard tersebut, dari peletakannya, bagaimana posisi
kaki dan tubuhnya, bagaimana cara mengayunkan kakinya agar skateboard tersebut
bergerak dan sejenisnya. Lalu dari apa yang diamati itu akan dicontoh dan dilakukan
sama halnya seperti apa yang orang lain tersebut lakukan.
5.
Belajar Kognitif
Bentuk belajar ini lebih mengarah ke hubungan – hubungan logis, rasional
atau nonarbitrer. Berbeda dari keempat bentuk belajar yang lain yang menerapkan
konsep-konsep, seperti adanya stimulus lalu respon, kejadian dan perubahan
perilaku dan seterusnya, pada bentuk belajar ini menganut bahwa sesuatu yang
penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi. Kalau secara keseluruhan dari
keempat bentuk belajar membahas secara umum dan mengarah ke sekolah, peran guru
dan murid, yang dibahas pada belajar kognitif adalah mengenai persepsi siswa,
hubungan antara unsur-unsur yang ada, proses-proses mental dan sejenisnya.
c.
TEORI –
TEORI BELAJAR
Pandangan umum mengenai teori – teori belajar :
1.
Teori – Teori Belajar Sebelum Abad Ke-20
Teori – teori belajar sebelum abad 20 diantaranya
yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah dan teori apersepsi.
Teori disiplin merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar dibentuk dari
kedisiplinan, seorang anak dilatih secara konsisten dan kontinyu setiap
harinya, jika ia gagal atau belum sepenuhnya paham dengan apa yang diajarkan
maka ia akan terus mendapat porsi pengetahuan itu sekali lagi dan seterusnya
sampai anak itu dapat paham betul dengan apa yang diajarkan. Lawan dari teori
disiplin adalah teori alamiah, teori ini menyatakan bahwa belajar dapat terjadi
karena perkembangan seseorang secara alamiah, disini seorang pengajar tidak
akan memaksa siswanya untuk dapat mengerti suatu hal, namun menunggu seorang
anak itu untuk bertanya dan tertarik lalu melakukan belajar dengan sendirinya.
Kemudian teori terakhir yang berlawanan dengan teori disiplin sekaligus teori
alamiah adalah teori apersepsi, pada teori ini mengatakan bahwa belajar adalah
proses terasosiasikannya gagasan-gagasan yang ada menjadi suatu bentuk pikiran,
seorang anak belajar dengan menggabungkan gagasan-gagasan yang ada, tanpa ada
pelatihan mental karena pada teori ini mental bersifat dinamis, tidak pula ada
gagasan bawaan atau gagasan yang ada sejak lahir, dan teori ini memiliki proses
belajar yang sistematis dari teori tabula rasa tentang pikiran-pikiran.
Persamaan dari ketiga teori diatas adalah teori-teori
tanpa adanya eksperimen dan lebih mengarah ke spekulatif.
2.
Teori – Teori Belajar Abad Ke-20
Teori belajar abad 20 dikelompokkan menjadi dua yaitu teori
perilaku dan teori gestalt-field. Teori perilaku menganggap bahwa belajar
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, dengan adanya respon, adanya stimulus,
yang mengacu pada suatu prinsip. Teori ini tidak memikirkan apa yang ada dalam
pikiran siswanya, pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk
mengubah perilaku siswa yang tampak secara signifikan. Sedangkan teori gestalt-field
menganggap bahwa belajar adalah proses perolehan atau perubahan insait,
pandangan, harapan, pola pikir, dan sejenisnya. Perilaku yang tidak tampak
dapat dipelajari dengan cara-cara ilmiah. Dengan cara ilmiah itulah prinsip dan
kesimpulannya disebut dengan teori kognitif. Teori kognitif berlawanan dengan
teori perilaku. Pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk menolong
siswa mengubah pemahaman tentang suatu masalah dan suatu situasi secara
signifikan.
C.
DAFTAR
RUJUKAN
Ratna Wilis Dahar. TEORI – TEORI BELAJAR : 1989 BELAJAR DAN TEORI – TEORI BELAJAR
A.
PENDAHULUAN
Belajar
tentunya menjadi hal yang telah kita lakukan setiap hari, tak hanya dimulai
pada usia sekolah namun semenjak lahir setiap orang telah melakukan kegiatan
belajar. Belajar dapat berlangsung secara formal maupun tidak, dapat
berlangsung dimana saja dan kapan saja, di sekolah, di luar sekolah, di taman,
di suatu komunitas, di sebuah forum, dan tidak terbatas waktu.
Belajar
tidak hanya dilakukan ketika siang hari saja atau malam hari saja, namun
kegiatan belajar dapat dilakukan kapan saja selama pengetahuan yang ada
dipelajari oleh seseorang tersebut. Sumber dari suatu kegiatan belajar pun
dapat berasal darimana saja, dari orang tua, dari teman, dari guru, dari buku,
dari radio, dari internet, dan sebagainya.
Pada
pembahasan ini akan diulas mengenai apakah definisi dari belajar tersebut,
bagaimanakah bentuk – bentuk dari belajar, apakah ada dan bagaimanakah teori –
teori belajar tersebut.
B.
ISI
a.
DEFINISI
BELAJAR
Menurut Gage (1984) : Belajar dapat disefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Dari pernyataan Gage tersebut dapat diambil 4 komponen penting yang
dapat diulas lagi dan menjadikan definisi itu sendiri menjadi lebih jelas
pemahamannya. Empat komponen itu adalah :
1.
Perubahan Perilaku
Dikatakan oleh Gage bahwa dalam belajar “……organisma
berubah perilakunya……”. Terjadinya suatu perubahan ini dapat diketahui dari
adanya perbedaan perilaku dari satu waktu dengan waktu yang lain ketika suatu
organisma tersebut diberi keadaan atau situasi yang sama. Contohnya saja ketika
seorang anak memecahkan 5 buah teka-teki di suatu game center saat ia berumur 5 tahun dan saat ia berumur 7 tahun
dengan teka-teki yang sama dari teka-teki pertama hingga terakhir, mungkin
ketika anak tersebut berumur 5 tahun ada 3 teka-teki yang tak bisa ia pecahkan,
namun ketika ia berumur 7 tahun ia dapat memecahkan semuanya. Dari perubahan
inilah dapat diambil kesimpulan bahwa anak tersebut telah belajar.
2.
Perilaku Terbuka
Para ahli psikologi dalam meneliti suatu perubahan dilakukan
dengan cara mengamati perilaku terbuka seseorang. Perilaku terbuka dapat
diamati perubahannya dengan mengamati perubahan perilaku verbal. Perilaku
verbal diantaranya menulis, berbicara, bergerak, dan lain-lainnya. Dari
perubahan perilaku tersebut dapat dipelajari bagaimana seseorang dalam
berfikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, kreatifitas seseorang, dan
lain-lainnya. Maka sebagai indikator bahwa perubahan telah terjadi, mengamati
dan mempelajari perilaku terbuka adalah cara yang banyak dilakukan oleh para
ahli psikologi dalam menyimpulkan apa yang sedang seseorang pikirkan.
3.
Belajar dan Pengalaman
Kata terakhir pada pernyataan Gage adalah “……akibat
pengalaman……”. Pengalaman yang menjadi sebab terjadinya perubahan perilaku
seseorang tidak selalu disebut belajar. Pengalaman dalam pernyataan Gage
memiliki batas-batas pembeda antara pengalaman yang dapat disebut sebagai
penyebab perubahan perilaku dan juga tidak. Misalnya saja seseorang berubah
perilakunya karena meminum alkohol, menggunakan obat-obatan, maka perubahan
perilaku seseorang tersebut tidak bisa dikatakan sebagai akibat dari
pengalaman. Begitu pula perubahan perilaku karena sesuatu yang fisiologis pada
manusia tidak dapat dikatakan sebagai akibat dari pengalaman, misalnya saja
ketika seseorang merasa kelelahan, indera pada manusia beradaptasi, dan
lain-lainnya, tidak dapat dikatakan pula bahwa belajar telah terjadi pada
seseorang tersebut.
4.
Belajar dan Kematangan
Kematangan merupakan salah satu aspek yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku pada seseorang, namun tidak termasuk dalam
belajar. Karena perubahan perilaku yang terjadi karena kematangan lebih
diakibatkan oleh perubahan fisiologis daripada belajar. Pertumbuhan dan
perkembangan organisma-organisma misalnya dalam berjalan, berbicara, lebih
dituai hasil perubahannya karena kematangan itu sendiri. Memang orang tua dan
lingkungan mengajari dalam berjalan dan berbicara namun itu hanya untuk
membantu kesiapannya dalam pertumbuhannya tersebut. Maka dari itu kematangan
tidak bisa dikatakan sebagai belajar.
b.
BENTUK –
BENTUK BELAJAR
Menurut Gage (1984) ada 5 bentuk – bentuk belajar, yaitu :
1.
Belajar Responden
Belajar responden merupakan bentuk belajar dengan
memberikan stimulus-stimulus pada organisma yang dapat mengakibatkan adanya
respon pada organisma tersebut. Stimulus-stimulus yang diterima tidak selalu
baik, ada stimulus-stimulus yang negative dan ada pula stimulus-stimulus
netral. Stimulus (perangsang, pendorong) itu sendiri dapat mempengerahui
perilaku suatu organisma dalam banyak hal, terutama dapat menimbulkan
respon-respon emosional. Contohnya saja ketika ada seorang siswa baru, mungkin
yang ia rasakan adalah suatu ketakutan, ketakutan dengan sekolahannya, dengan
guru, dengan peraturan-peraturan sekolah, takut akan menjadi bahan ejekan dan
sebagainya, maka stimulus-stimulus tersebut merupakan stimulus yang mampu
membuat siswa memiliki perasaan negatif. Karena perasaan negatif mulai muncul
dalam pemikiran siswa maka ia akan takut pula dalam pelajaran-pelajaran yang
diikutinya, misalnya saja pelajaran fisika, ketika siswa merasa takut maka
simbol-simbol yang akan ia pelajari akan semakin menakutkan, materi yang
sebelumnya tidak ada harus ia pelajari dengan perasaan ketakutan dan inilah
yang menyebabkan tidak efektifnya suatu belajar. Berbeda halnya jika siswa yang
masuk sekolah disambut dengan senyum hangat guru, dengan sapaan yang memberikannya
rasa nyaman berada di sekolah, maka bukan hanya pada pelajaran, gedung sekolah,
buku-buku, teman, dan komponen-komponen lainnya pun akan menjadi baik dan
memberi respon emosional baik pada siswa tersebut. Pada kasus ini, sekolah,
buku, teman dan komponen lainnya yang semula merupakan stimulus netral akan
menjadi stimulus yang baik pada siswa tersebut. Syarat dari bantuk belajar
responden ini adalah bentuk belajar yang memiliki stimulus-stimulus.
2.
Belajar Kontiguitas
Pada bentuk belajar kontiguitas ini, taka ada yang
namanya kejadian yang tak menghasilkan sesuatu. Sekecil dan sesederhana apapun
kejadian itu, dan meski sangat sederhana kejadian tersebut dapat menghasilkan
belajar. Manusia berubah karena kejadian atau peristiwa yang terjadi, tidak
terbatas di lingkungan sekolah, karena kehidupan tidak hanya di sekolah. Di
rumah, di taman, di kebun, di suatu komunitas, di jalan dan dimana saja pasti
terjadi suatu kejadian, sesederhana dan sekecil apapun kejadian itu pasti dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah stereotyping. Kondisi-kondisi yang dapat
mengakibatkan belajar stereotyping
ini misalnya saja drama-drama atau film-film dan sejenisnya yang ditonton oleh
seseorang tentang bagaimana seorang ibu tiri, digambarkan bahwa ibu tiri itu
kejam, bagaimana seorang professor itu memakai kacamata dan botak, seorang bibi
yang ramah dan lainnya, padahal tidak selalu ibu tiri itu kejam, tdak selalu
professor memakai kacamata dan botak, dan semacamnya. Namun karena acara yang
ditayangkan tersebut ditonton secara terus-menerus dan berulang-ulang maka
seseorang tersebut akan menyimpulkan suatu hal dari apa yang ditontonnya itu,
dari sinilah yang dinamakan dengan kondisi yang dapat menciptakan belajar stereotyping.
3.
Belajar Operant
Perbedaannya dengan bentuk belajar responden dan
kontiguitas adalah bentuk belajar operant ini menghasilkan suatu perilaku yang timbul
secara spontan tanpa stimulus apapun. Konsekuensi dari belajar operant
merupakan variable sangat penting karena konsekuensi dapat memperkuat
perilaku-perilaku. Contohnya saja ketika ada seorang siswa pandai dalam
berintonasi, lalu seorang guru memujinya dan ia mulai berlatih dan meningkatkan
kemampuannya hingga ia dapat mengikuti berbagai lomba puisi atau pidato dan sejenisnya,
maka contoh diatas adalah bentuk belajar operant, spontan ia lakukan karena
mendapat pujian dari gurunya, yang semula ia telah berpuisi biasa, setelah
diberi pujian maka ia memperkuat perilaku sebelumnya yaitu lebih melatih
berintonasi dengan baik.
4.
Belajar Observasional
Bentuk belajar observasinal merupakan bentuk belajar
yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada bentuk belajar ini
seseorang belajar dari mengamati orang lain atau melakukan sebuah observasi,
bagaimana orang lain melakukannya, urutan-urutan ia melakukannya dan bagaimana
mengakhirinya, lalu dari apa yang ia amati dilakukannya sendiri seperti apa
yang telah ia amati sebelumnya. Contohnya saja ketika seseorang akan
menggunakan skateboard, sebelumnya ia akan mengamati dahulu orang lain tentang
bagaimana memainkan skateboard tersebut, dari peletakannya, bagaimana posisi
kaki dan tubuhnya, bagaimana cara mengayunkan kakinya agar skateboard tersebut
bergerak dan sejenisnya. Lalu dari apa yang diamati itu akan dicontoh dan dilakukan
sama halnya seperti apa yang orang lain tersebut lakukan.
5.
Belajar Kognitif
Bentuk belajar ini lebih mengarah ke hubungan – hubungan logis, rasional
atau nonarbitrer. Berbeda dari keempat bentuk belajar yang lain yang menerapkan
konsep-konsep, seperti adanya stimulus lalu respon, kejadian dan perubahan
perilaku dan seterusnya, pada bentuk belajar ini menganut bahwa sesuatu yang
penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi. Kalau secara keseluruhan dari
keempat bentuk belajar membahas secara umum dan mengarah ke sekolah, peran guru
dan murid, yang dibahas pada belajar kognitif adalah mengenai persepsi siswa,
hubungan antara unsur-unsur yang ada, proses-proses mental dan sejenisnya.
c.
TEORI –
TEORI BELAJAR
Pandangan umum mengenai teori – teori belajar :
1.
Teori – Teori Belajar Sebelum Abad Ke-20
Teori – teori belajar sebelum abad 20 diantaranya
yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah dan teori apersepsi.
Teori disiplin merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar dibentuk dari
kedisiplinan, seorang anak dilatih secara konsisten dan kontinyu setiap
harinya, jika ia gagal atau belum sepenuhnya paham dengan apa yang diajarkan
maka ia akan terus mendapat porsi pengetahuan itu sekali lagi dan seterusnya
sampai anak itu dapat paham betul dengan apa yang diajarkan. Lawan dari teori
disiplin adalah teori alamiah, teori ini menyatakan bahwa belajar dapat terjadi
karena perkembangan seseorang secara alamiah, disini seorang pengajar tidak
akan memaksa siswanya untuk dapat mengerti suatu hal, namun menunggu seorang
anak itu untuk bertanya dan tertarik lalu melakukan belajar dengan sendirinya.
Kemudian teori terakhir yang berlawanan dengan teori disiplin sekaligus teori
alamiah adalah teori apersepsi, pada teori ini mengatakan bahwa belajar adalah
proses terasosiasikannya gagasan-gagasan yang ada menjadi suatu bentuk pikiran,
seorang anak belajar dengan menggabungkan gagasan-gagasan yang ada, tanpa ada
pelatihan mental karena pada teori ini mental bersifat dinamis, tidak pula ada
gagasan bawaan atau gagasan yang ada sejak lahir, dan teori ini memiliki proses
belajar yang sistematis dari teori tabula rasa tentang pikiran-pikiran.
Persamaan dari ketiga teori diatas adalah teori-teori
tanpa adanya eksperimen dan lebih mengarah ke spekulatif.
2.
Teori – Teori Belajar Abad Ke-20
Teori belajar abad 20 dikelompokkan menjadi dua yaitu teori
perilaku dan teori gestalt-field. Teori perilaku menganggap bahwa belajar
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, dengan adanya respon, adanya stimulus,
yang mengacu pada suatu prinsip. Teori ini tidak memikirkan apa yang ada dalam
pikiran siswanya, pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk
mengubah perilaku siswa yang tampak secara signifikan. Sedangkan teori gestalt-field
menganggap bahwa belajar adalah proses perolehan atau perubahan insait,
pandangan, harapan, pola pikir, dan sejenisnya. Perilaku yang tidak tampak
dapat dipelajari dengan cara-cara ilmiah. Dengan cara ilmiah itulah prinsip dan
kesimpulannya disebut dengan teori kognitif. Teori kognitif berlawanan dengan
teori perilaku. Pengajar yang menganut teori ini memiliki tujuan untuk menolong
siswa mengubah pemahaman tentang suatu masalah dan suatu situasi secara
signifikan.
C.
DAFTAR
RUJUKAN
Ratna Wilis Dahar. TEORI – TEORI BELAJAR : 1989

